Profesor Slamet Riadi Sebut Collabortative Governance Wujudkan Kebijakan Publik yang Efisien, Transparan dan Demokratis
Senin, 22 Agustus 2022
Prof. Dr. Drs. Slamet Riadi Cante, M. Si dan anak-isterinya. (Foto: Dok. Keluarga). |
NUANSABARU.ID, PALU -- Meraih gelar guru besar (profesor) itu merupakan prestasi luar biasa dan membanggakan. Sederhananya, seorang profesor dipastikan orangnya pekerja keras, tabah dan telaten serta kadar keilmuannya tidak diragukan lagi.
Satu lagi, putra terbaik asal Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan telah mengukir prestasi itu. Dia, Slamet Riadi Cante, lelaki kelahiran Simae Kecamatan Baranti, Kabupatem Sidrap, Sulsel. Slamet Riadi yang kalau di kalangan kerabatnya akrab disapa Andi Riadi merupakan putra mendiang H. Andi Cante Oddang dan Hj. Puang Cappundung (Pungundung).
Slamet Riadi yang dikukuhkan menjadi Guru Besar oleh Ketua Dewan Profesor Universitas Tadulako Palu, Ibu Prof. Dr. Ir. Mery Napitupulu, PhD, Kamis, 18 Agustus 2022, lalu. Mulai saat itu, sosok Slamet Riadi resmi menjadi guru besar yang bergelar, Prof. Dr. Drs. Slamet Riadi, M. Si dan diterima sebagai bagian dari Dewan Profesor (Guru Besar) Universitas Tadulako.
Pengukuhan dilakukan dalam Rapat Senat Terbuka Univetsitas Tadulako Palu Sulawesi Tengah, yang dihadiri oleh Rektor Univetsitas Tadulako Palu, Prof. Dr. H. Ir. Mahfudz, MS, Ketua Senat, Prof.Dr.Ir. Muhammad Basir, SE, MS, dan Ketua Dewan Profesor, Prof. Dra. Mery Napitupulu, MSc.
Selain itu hadir pula, Wakil Rektor, Direktur Program Pascasarjana, Dekan, Ketua Lembaga dalam Lingkungan Universitas Tadulako, anggota Senat, anggota Dewan Profesor, Kepala Biro, Wakil Direktur Program Pscasarjana. Selebihnya, hadir juga Sekertaris Lembaga, Wakil Dekan, Ketua Jurusan, Ketua Lab. Studio, dan Koordinator Program Studi dalam Lingkungan Universitas Tadulako, dan yang lainnya.
Prof. Dr. Slamet Riadi, M. Si hari itu menyampaikan Pidato Penerimaan Jabatan Fungsional Guru Besar dengan judul, "Collaborative Governance Dalam Proses Formulasi Kebijakan Publik."
Staf Pengajar yang merupakan Kordinator Program Studi Administrasi Publik Universitas Tadulako itu membawakan pidato pengukuhan sebanyak 13 halaman. Dikutip dari bagian pendahuluan pidatonya Prof Slamet Riadi antara lain mengemukakan, bahwa konsep Collaborative Governance merupakan salah satu paradigma baru Adminstrasi Publik yang sedang mengemuka saat ini.
Dimana, prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan dituntut untuk dilibatkan secara langsung oleh para pemangku kepentingan di luar pemerintahan atau negara, yang berorientasi pada konsensus dan musyawarah dalam kerangka proses perumusan/formulasi kebijakan publik.
Satu lagi, putra terbaik asal Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan telah mengukir prestasi itu. Dia, Slamet Riadi Cante, lelaki kelahiran Simae Kecamatan Baranti, Kabupatem Sidrap, Sulsel. Slamet Riadi yang kalau di kalangan kerabatnya akrab disapa Andi Riadi merupakan putra mendiang H. Andi Cante Oddang dan Hj. Puang Cappundung (Pungundung).
Slamet Riadi yang dikukuhkan menjadi Guru Besar oleh Ketua Dewan Profesor Universitas Tadulako Palu, Ibu Prof. Dr. Ir. Mery Napitupulu, PhD, Kamis, 18 Agustus 2022, lalu. Mulai saat itu, sosok Slamet Riadi resmi menjadi guru besar yang bergelar, Prof. Dr. Drs. Slamet Riadi, M. Si dan diterima sebagai bagian dari Dewan Profesor (Guru Besar) Universitas Tadulako.
Pengukuhan dilakukan dalam Rapat Senat Terbuka Univetsitas Tadulako Palu Sulawesi Tengah, yang dihadiri oleh Rektor Univetsitas Tadulako Palu, Prof. Dr. H. Ir. Mahfudz, MS, Ketua Senat, Prof.Dr.Ir. Muhammad Basir, SE, MS, dan Ketua Dewan Profesor, Prof. Dra. Mery Napitupulu, MSc.
Selain itu hadir pula, Wakil Rektor, Direktur Program Pascasarjana, Dekan, Ketua Lembaga dalam Lingkungan Universitas Tadulako, anggota Senat, anggota Dewan Profesor, Kepala Biro, Wakil Direktur Program Pscasarjana. Selebihnya, hadir juga Sekertaris Lembaga, Wakil Dekan, Ketua Jurusan, Ketua Lab. Studio, dan Koordinator Program Studi dalam Lingkungan Universitas Tadulako, dan yang lainnya.
Prof. Dr. Slamet Riadi, M. Si hari itu menyampaikan Pidato Penerimaan Jabatan Fungsional Guru Besar dengan judul, "Collaborative Governance Dalam Proses Formulasi Kebijakan Publik."
Staf Pengajar yang merupakan Kordinator Program Studi Administrasi Publik Universitas Tadulako itu membawakan pidato pengukuhan sebanyak 13 halaman. Dikutip dari bagian pendahuluan pidatonya Prof Slamet Riadi antara lain mengemukakan, bahwa konsep Collaborative Governance merupakan salah satu paradigma baru Adminstrasi Publik yang sedang mengemuka saat ini.
Dimana, prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan dituntut untuk dilibatkan secara langsung oleh para pemangku kepentingan di luar pemerintahan atau negara, yang berorientasi pada konsensus dan musyawarah dalam kerangka proses perumusan/formulasi kebijakan publik.
Ketika Prof. Dr. Slamet Riadi Cante, M, Si sampaikan Pidato pada Rapat Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar di Universitas Tadulako Palu, Sulteng. (Foto: Screenshoot/Yoetube/ABDUL-NB) |
Model Kolaborasi Berdimensi Vertikal,
Horizontal dan Hubungan Kemitraan
Model tata kelola kolaboratif, lanjutnyà , mengharuskan seluruh pemangku kepentingan terlibat dalam proses dialog, dimana para stakholders tersebut mewakili diri mereka sendiri dalam mengemukakan kepentingannya. Selanjutnya, Robertson dan Choi (2010) mendifinisikan Collaborative Governance sebagai proses kolektif dan egalitarian dimana setiap partisipan memilki otoritas yang sama dalam proses pengambilan keputusan.
Setiap stakholders, urainya, memiliki kesempatan yang sama untuk merefleksikan aspirasinya. Formulasi Kebijakan Publik (Policy Formulation) merupakan salah satu tahapan dari siklus kebijakan publik yang cukup penting untuk menentukan tahapan berikutnya yakni, implementasi kebijakan.
Secara teoritis, urainya lagi, menunjukkan bahwa beberapa hasil kebijakan publik tidak dapat mencapai target sasaran dengan baik, disebabkan karena pada tahapan formulasinya cenderung tidak diindentifikasi problem isu secara tepat dan komprehensif, khususnya pelibatan semua elemen dan aktor-aktor kebijakan.
"Olehnya itu, paradigma Collabortative Governance dinilai salah satu pendekatan yang cukup strategis untuk dikembangkan dalam kerangka mewujudkan sebuah kebijakan publik yang efisien, transparan dan demokratis," cetusnya.
Selanjutnya, Prof Slamet Riadi mengupas pokok permasahan tentang Collobrative Governance dan Formulasi Kebijakan Publik. Dengan mengacu pada berbagai referens yang mumpuni ia memaparkan bahwa
basis teoritik dari konsep Collaborative Governance, diawali dari berbagai kajian keilmuan.
Diantaranya, teori organisasi, teori Adminstrasi Publik, teori kepemimpinan, teori manajemen strategis, teori komunikasi, teori manajemen konflik, dan studi kebijakan publik. Basis teori tersebut cenderung mempengaruhi sudut pandang dan perspektif Collaborative Governance dalam merumuskan komponen utama terhadap pembentukannya.
Secara sepintas disarikan, mengacu dari konsep Milward dan Provan, 2006 dalam Sudarmo, 2011, Slamet Riadi menjelaskan bahwa model Collaborative Governance terdiri atas, (1). Model self governance. (2 ). Model lead organization, dan (3.). Model network administrative organization.
Sedangkan tahapan kolaborative, ia mengutip gagasan Vigoda (2022) yang membagi atas 5 tahapan. (1). Memutuskan isu. (2). Menentukan karakteristik masalah. (3). Mencari tahu siapa saja yang terlibat dalam kolaborasi. (4). Mencari tahu bagaimana mengimplementasikannya, dan (5). Mencari tahu bagaimana mengevaluasi prosesnya.
Seterusnya, diungkapkan bahwa Edward, Weber, Nicholas, mengemukakan, kolaborasi dapat berhasil jika menekankan pada aspek integrasi dan fungsi. Integrasi meliputi fungsi birokrasi, lintas arena kebijakan, level pemerintahan, dan pelibatan warga/masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam proses pemecahan/formulasi masalah dan implementasinya. Model kolaborasi yang dimaksud, dibagi atas tiga dimensi, yakni: (1). Dimensi vertikal. (2). (2). Dimensi horizontal dan (3). Dimensi hubungan kemitraan.
Pada uraian berikutnya, Prof Slamet Riadi menyinggung tentang partisiapsi masyarakat dalam proses formulasi kebijakan publik. Salah satu prasyarat agar tercipta stabilitas sosial dalam proses perumusan perumusan kebijakan publik, adalah dengan melibatkan peran serta kekuatan politik masyarakat dan penguatan masyarakat sipil (civil society). Penguatan masyarakat merupakan salah satu faktor penentu dalam proses formulasi kebijakan Publik.
Horizontal dan Hubungan Kemitraan
Model tata kelola kolaboratif, lanjutnyà , mengharuskan seluruh pemangku kepentingan terlibat dalam proses dialog, dimana para stakholders tersebut mewakili diri mereka sendiri dalam mengemukakan kepentingannya. Selanjutnya, Robertson dan Choi (2010) mendifinisikan Collaborative Governance sebagai proses kolektif dan egalitarian dimana setiap partisipan memilki otoritas yang sama dalam proses pengambilan keputusan.
Setiap stakholders, urainya, memiliki kesempatan yang sama untuk merefleksikan aspirasinya. Formulasi Kebijakan Publik (Policy Formulation) merupakan salah satu tahapan dari siklus kebijakan publik yang cukup penting untuk menentukan tahapan berikutnya yakni, implementasi kebijakan.
Secara teoritis, urainya lagi, menunjukkan bahwa beberapa hasil kebijakan publik tidak dapat mencapai target sasaran dengan baik, disebabkan karena pada tahapan formulasinya cenderung tidak diindentifikasi problem isu secara tepat dan komprehensif, khususnya pelibatan semua elemen dan aktor-aktor kebijakan.
"Olehnya itu, paradigma Collabortative Governance dinilai salah satu pendekatan yang cukup strategis untuk dikembangkan dalam kerangka mewujudkan sebuah kebijakan publik yang efisien, transparan dan demokratis," cetusnya.
Selanjutnya, Prof Slamet Riadi mengupas pokok permasahan tentang Collobrative Governance dan Formulasi Kebijakan Publik. Dengan mengacu pada berbagai referens yang mumpuni ia memaparkan bahwa
basis teoritik dari konsep Collaborative Governance, diawali dari berbagai kajian keilmuan.
Diantaranya, teori organisasi, teori Adminstrasi Publik, teori kepemimpinan, teori manajemen strategis, teori komunikasi, teori manajemen konflik, dan studi kebijakan publik. Basis teori tersebut cenderung mempengaruhi sudut pandang dan perspektif Collaborative Governance dalam merumuskan komponen utama terhadap pembentukannya.
Secara sepintas disarikan, mengacu dari konsep Milward dan Provan, 2006 dalam Sudarmo, 2011, Slamet Riadi menjelaskan bahwa model Collaborative Governance terdiri atas, (1). Model self governance. (2 ). Model lead organization, dan (3.). Model network administrative organization.
Sedangkan tahapan kolaborative, ia mengutip gagasan Vigoda (2022) yang membagi atas 5 tahapan. (1). Memutuskan isu. (2). Menentukan karakteristik masalah. (3). Mencari tahu siapa saja yang terlibat dalam kolaborasi. (4). Mencari tahu bagaimana mengimplementasikannya, dan (5). Mencari tahu bagaimana mengevaluasi prosesnya.
Seterusnya, diungkapkan bahwa Edward, Weber, Nicholas, mengemukakan, kolaborasi dapat berhasil jika menekankan pada aspek integrasi dan fungsi. Integrasi meliputi fungsi birokrasi, lintas arena kebijakan, level pemerintahan, dan pelibatan warga/masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam proses pemecahan/formulasi masalah dan implementasinya. Model kolaborasi yang dimaksud, dibagi atas tiga dimensi, yakni: (1). Dimensi vertikal. (2). (2). Dimensi horizontal dan (3). Dimensi hubungan kemitraan.
Pada uraian berikutnya, Prof Slamet Riadi menyinggung tentang partisiapsi masyarakat dalam proses formulasi kebijakan publik. Salah satu prasyarat agar tercipta stabilitas sosial dalam proses perumusan perumusan kebijakan publik, adalah dengan melibatkan peran serta kekuatan politik masyarakat dan penguatan masyarakat sipil (civil society). Penguatan masyarakat merupakan salah satu faktor penentu dalam proses formulasi kebijakan Publik.
Prof. Dr. Slamet Riadi, M. Si berpose bersama jajaran keluarga dekat di sela-sela suasana Pengukuhan Guru Besar Untad, Palu, Sulteng (Foto: Dok. Keluatga). |
Jangan Bawa Perahumu Menepi, Meski
Kau Diterpa Badai dan Gelombang
Dikatakan, dalam kerangka mendorong pelibatan masyarakat dalam proses formulasi kebijakan publik terdapat dua pola yang dapat dilakukan yakni, partisipasi tidak langsung, dengan melalui media massa/sosial, dan partisipasi langsung dengan menggunakan struktur-struktur mediasi.
"Persoalan yang mendasar yang cenderung dialami masyarakat saat ini adalah, masih terbatasnya akses masyarakat untuk menyampaikan dan mengartikulasikan kepentingannya untuk dijadikan sebagai agenda setting dalam proses perumusan kebijakan publik, " kilahnya.
Digambarkannya bahwa hasil studi menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik masih berkategori rendah. Hal ini dipengaruhi oleh sedikitnya 4 (empat) hal. (1) Masyarakat masih terbiasa dengan pola lama, yaitu peraturan tanpa partisipasi warga, mereka hanya cenderung menerima sebuah proses kebijakan kemudian melaksanakannya.
(2). Masyarakat tidak memahami mekanisme dan prosudur untuk ikut berpartispasi. (3). Masyarakat tidak memahami pentingnya pelibatan dalam proses perumusan kebijakan publik. (4). Adanya asumsi yang berkembang bahwa, dengan pelibatan masyarakat dalam proses formulasi kebijakan cenderung akan memperlambat proses perumusan kebijakan publik.
Secara jujur, Prof Slamet Riadi mengakui bahwa proses pencapaian Guru Besar ini, mengalami rentang waktu yang relatif cukup lama, sekitar 1,5 tahun, dan terkadang muncul keinginan untuk mengakhiri prosesnya. Urungnya keinginan.itu, akunya, karena ketidakmampuan untuk memenuhi saran dan perbaikan oleh tim reviewer dari Kemendibudristek, khususnya syarat utama yakni artikel international yang bereputasi.
Namun, Slamet Riadi mengakui selalu teringat dari kata-kata orang bijak. "Jika engkau ingin mencapai sebuah pulau harapan yang penuh dengan fatamorgana, jangan membawa perahumu menepi, meskipun engkau diterpa badai dan gelombang, karena kata tenggelam hanya karena kehendak Allah Yang Maha Kuasa," tuturnya yang mengundang aplaus hadirin.
Seterusnya, Slamet Riadi yang dikenal sosok berdarah Bugis itu mengutip sebuah pesan bijak yang berbahasa Bugis. "Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata. Yang artinya, hanya dengan kerja keras yang pantang menyerah, akan diberi kemudahan dan senatiasa berharap kasih sayang dan Ridha dari Allah Subhana Wataalah, " tandasnya.
Penulis: RINALDI
Editor: ABDUL
Dikatakan, dalam kerangka mendorong pelibatan masyarakat dalam proses formulasi kebijakan publik terdapat dua pola yang dapat dilakukan yakni, partisipasi tidak langsung, dengan melalui media massa/sosial, dan partisipasi langsung dengan menggunakan struktur-struktur mediasi.
"Persoalan yang mendasar yang cenderung dialami masyarakat saat ini adalah, masih terbatasnya akses masyarakat untuk menyampaikan dan mengartikulasikan kepentingannya untuk dijadikan sebagai agenda setting dalam proses perumusan kebijakan publik, " kilahnya.
Digambarkannya bahwa hasil studi menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik masih berkategori rendah. Hal ini dipengaruhi oleh sedikitnya 4 (empat) hal. (1) Masyarakat masih terbiasa dengan pola lama, yaitu peraturan tanpa partisipasi warga, mereka hanya cenderung menerima sebuah proses kebijakan kemudian melaksanakannya.
(2). Masyarakat tidak memahami mekanisme dan prosudur untuk ikut berpartispasi. (3). Masyarakat tidak memahami pentingnya pelibatan dalam proses perumusan kebijakan publik. (4). Adanya asumsi yang berkembang bahwa, dengan pelibatan masyarakat dalam proses formulasi kebijakan cenderung akan memperlambat proses perumusan kebijakan publik.
Secara jujur, Prof Slamet Riadi mengakui bahwa proses pencapaian Guru Besar ini, mengalami rentang waktu yang relatif cukup lama, sekitar 1,5 tahun, dan terkadang muncul keinginan untuk mengakhiri prosesnya. Urungnya keinginan.itu, akunya, karena ketidakmampuan untuk memenuhi saran dan perbaikan oleh tim reviewer dari Kemendibudristek, khususnya syarat utama yakni artikel international yang bereputasi.
Namun, Slamet Riadi mengakui selalu teringat dari kata-kata orang bijak. "Jika engkau ingin mencapai sebuah pulau harapan yang penuh dengan fatamorgana, jangan membawa perahumu menepi, meskipun engkau diterpa badai dan gelombang, karena kata tenggelam hanya karena kehendak Allah Yang Maha Kuasa," tuturnya yang mengundang aplaus hadirin.
Seterusnya, Slamet Riadi yang dikenal sosok berdarah Bugis itu mengutip sebuah pesan bijak yang berbahasa Bugis. "Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata. Yang artinya, hanya dengan kerja keras yang pantang menyerah, akan diberi kemudahan dan senatiasa berharap kasih sayang dan Ridha dari Allah Subhana Wataalah, " tandasnya.
Penulis: RINALDI
Editor: ABDUL
Topik Terkait
Baca Juga :